Jumat, 11 Juli 2014

POSISI DOMINAN


Posisi Dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaing-pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan penjualan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Dalam pasal 25 ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelakku usaha dianggap memiliki Posisi Dominan apabila : a.       Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu. b.      Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 2.     Bentuk-bentuk kegiatan Posisi Dominan Dalam pasal 25 sampai dengan pasal 29 Undang-undang No. 5 Tahun 1999, terdapat empat macam bentuk kegiatan Posisi Dominan yang dilarang, yaitu : a.     Kegiatan Posisi Dominan yang bersifat umum (pasal 25) Pasal 25 ayat (1) Undang-undnag No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk : 1.     Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan mencegah, menghalangi atau mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang, jasa, atau barang dan jasa yang bersaing, termasuk dari segi harga maupun kualitas. 2.      Membatasi pasar dan pengembangan teknologi 3.   Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan. b.     Jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi (pasal 26) Dalam pasal 26 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 menyatakan, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dolarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lai, apabila perusahaan terdebut : 1.      Berada dalam pasar bersangkutan yang sama 2.      Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha3.  Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. c.     Pemilikan saham atau terafiliasi (pasal 27) Dalam psal 27 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama, pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama, pada pasar bersangkutan yang sama, apabila pemilikan beberapa perusahaan tersebut mengakibatkan : 1.      Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 2.      Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. d.     Penggabungan, peleburan dan pengambil alihan perusahaan (pasal 28 dan pasal 29) Secara umum terdapat tiga bentuk penyatuan perusahaan yaitu Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi. Pasal 104 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 menyatakan bahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, dan Pengambil alihan Perseroan Terbatas harus memperhatikan : 1.      Kepentinagn Perseroan Terbatas, pemegang saham minoritas, dan karyawan Perseroan Terbatas. 2.   Kepentinagn masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha, sehingga kemungkina terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat dapat dicegah. 3.    Tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Hal yang sama juga disebutkan dalam pasal 4 dan pasal 5 Peraturan pemerintah no. 27 Tahun 1998 menyatakan bahwa : 1.   Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan Perseroan Terbatas, pemegang saham minoritas dan karyawan, serta kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. 2.  Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseoan Terbatas tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. 3.  Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas hanya dapat menggunakan haknya gar saham yang dimilikinya dibeli dengan harga yang wajar, sesuai dengan ketentuan pasal 55 undang-undang No. 1 tahun 1995. Pelaksanaan hak tersebut tidak menghentikan proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas. 4.  Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas juga harus memperhatikan kepentingan kreditur Perseroan Terbatas yang akan melakukan penggabungan atau meleburkan diri, atau yang akan mengambilalih dan diambil alih sesuai dengan prinsip hukum perjanjian. 

1 komentar: